Khadafi dan Teori Internasional Ketiga

 


Khadafi  dan Teori Internasional Ketiga

Oleh: Andhika Wahyudiono*

Pada pertengahan tahun 1973, Muammar Khadafi, pemimpin Libya yang kontroversial, menggagas sebuah ideologi politik yang menjadi dasar Revolusi Rakyat di negaranya. Ideologi ini dikenal sebagai Teori Internasional Ketiga. Teori ini memandang Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai dua kekuatan imperialis yang berusaha mempengaruhi dan mengendalikan negara-negara dunia ketiga. Oleh karena itu, Khadafi dan Teori Internasional Ketiga menolak kapitalisme Barat dan komunisme blok Timur yang dianut oleh kedua kekuatan tersebut.


Dalam pandangan Khadafi, nasionalisme dianggap sebagai kekuatan yang progresif. Ia menganjurkan pendirian sebuah negara pan-Arab yang akan memimpin negara-negara Islam dan negara-negara dunia ketiga dalam melawan imperialisme. Islam dianggap sebagai unsur penting dalam ideologi ini, dan Khadafi mendukung pembaruan Islam yang kembali ke Alquran dan menolak tafsir dan Hadis. Hal ini menimbulkan kontroversi di kalangan ulama Libya yang tidak setuju dengan pandangan Khadafi.


Pada tahun 1973 dan 1974, pemerintahan Khadafi mulai memberlakukan hukum syariah, termasuk menjadikan pencambukan sebagai hukuman bagi mereka yang terbukti melakukan zina atau seks sesama jenis. Pandangan Khadafi tentang ideologi dan agama ini menimbulkan perbedaan pendapat di dalam masyarakat Libya dan di kalangan ulama yang merasa kebijakan ini bertentangan dengan ajaran Islam.


Khadafi merangkum Teori Internasional Ketiganya dalam tiga jilid pendek yang dikenal sebagai Buku Hijau. Buku ini diterbitkan antara tahun 1975 hingga 1979 dan menjadi manifesto ideologi Khadafi. Volume pertama Buku Hijau membahas demokrasi, mengkritik sistem perwakilan, dan mendukung sistem partisipasi politik langsung. Volume kedua membahas sosialisme, sementara volume ketiga membahas isu-isu sosial terkait keluarga dan suku.


Volume pertama dan kedua Buku Hijau mendukung reformasi yang radikal, seperti penghapusan sistem perwakilan dan pengenalan partisipasi politik langsung. Volume ketiga, meskipun menyatakan kesetaraan gender, memandang laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda dalam kehidupan berdasarkan ciri-ciri biologis mereka.


Buku Hijau menjadi panduan ideologis bagi pemerintahan Khadafi dan digunakan sebagai slogan oleh para pendukungnya. Salah satu slogan yang sering diucapkan adalah "Perwakilan adalah Penipuan," mengacu pada penolakan Khadafi terhadap sistem perwakilan dalam politik.


Pada tahun 1973, Khadafi mengumumkan awal dari apa yang dikenal sebagai "Revolusi Rakyat." Revolusi ini mencakup berbagai langkah reformasi dalam politik dan masyarakat Libya. Salah satu aspek penting dari Revolusi Rakyat adalah pendirian Komite-Komite Umum Rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi politik langsung rakyat. Namun, komite-komite ini juga digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan kritik terhadap pemerintah.


Pada tahun yang sama, Khadafi juga menyatakan bahwa perdagangan luar negeri akan dimonopoli oleh negara. Reformasi yang semakin radikal dan pengeluaran besar-besaran dari pendapatan minyak ke luar negeri memicu ketidakpuasan di dalam negeri, terutama di kalangan pedagang.


Pada tahun 1974, terjadi pengeboman bangunan angkatan darat di Benghazi, yang merupakan serangan pertama terhadap pemerintahan Khadafi. Kelompok-kelompok di dalam Dewan Komando Revolusioner mulai merencanakan kudeta terhadap Khadafi. Namun, rencana ini terbongkar pada tahun 1975, dan para pelaku melarikan diri ke luar negeri, khususnya ke Mesir, yang memberikan suaka kepada mereka.


Akibatnya, hanya lima anggota Dewan Komando Revolusioner yang tersisa, yang semakin memperkuat kekuasaan Khadafi. Pada akhirnya, Dewan Komando Revolusioner dibubarkan pada Maret 1977, yang menandai langkah penting dalam konsolidasi kekuasaan Khadafi.


Pada September 1975, Khadafi membersihkan angkatan darat dengan menangkap sekitar 200 perwira senior yang diduga terlibat dalam konspirasi. Ia juga mendirikan Kantor untuk Keamanan Revolusi yang bersifat rahasia. Selain itu, ia menyerukan kepada pendukungnya di universitas-universitas untuk mendirikan "dewan mahasiswa revolusioner" dan menghadapi "unsur-unsur reaksioner."


Hubungan Libya dengan negara-negara sekitarnya semakin memburuk. Hubungan dengan Mesir terganggu karena sikap Khadafi yang tidak dapat diprediksi, serta perselisihan terkait serangan terhadap Libyan Arab Airlines Penerbangan 114 oleh pasukan Israel. Khadafi juga mengecam Mesir karena melakukan perundingan perdamaian dengan Israel.


Hubungan dengan Suriah juga memburuk akibat peristiwa yang terjadi seputar Perang Saudara Lebanon. Khadafi memusatkan perhatiannya pada Afrika, termasuk berusaha merebut Jalur Aouzou yang kaya akan uranium dari Chad. Khadafi juga aktif dalam upaya penyebaran Islam di Afrika, mendirikan pusat agama Islam dan mendukung perubahan agama beberapa pemimpin Afrika seperti Omar Bongo dan Jean-Bédel Bokassa.


Khadafi mencoba mengurangi ketergantungan Libya pada sektor minyak dengan menginvestasikan uang minyaknya di luar negeri. Ia membeli saham perusahaan besar Eropa seperti Fiat dan memiliki properti di Malta dan Italia. Libya juga membina hubungan erat dengan Pakistan, terutama dalam penelitian nuklir dan bantuan militer.


Namun, hubungan dengan negara-negara tetangga seperti Tunisia dan Aljazair mengalami kendala, dan rencana penyatuan dengan Tunisia gagal. Khadafi juga mendukung perjuangan Front Polisario melawan Maroko di Sahara Barat. Dengan berbagai kebijakan dalam negeri dan luar negeri yang diterapkan oleh Khadafi, Libya menjadi pusat perhatian dalam politik dan konflik regional selama masa pemerintahannya yang kontroversial.


*) Dosen UNTAG Banyuwangi


Baca artikel menarik lainnya dari AMBONBISNIS.COM di GOOGLE NEWS